Apakah Gacha dan Loot Box Itu Judi?
- Gacha dan loot box, sistem monetisasi yang mengandalkan peruntungan, sering mengundang kontroversi karena dinilai mengandung unsur judi.
- Dibandingkan dengan definisi ‘judi’ di KBBI dan KUHP tampaknya posisi gacha dan loot box sebagai judi masih belum jelas.
- Meski Indonesia belum mengambil langkah, negara-negara lain sudah memantau pemakaian sistem gacha dan loot box dalam gim-gim yang beredar di negara masing-masing.
Pertanyaan soal gacha dan loot box mengandung unsur judi rasanya sudah sering berputar di pikiran kalangan gamer Indonesia, terutama gamer mobile, sejak gim dengan sistem gacha sukses mencuri perhatian dan menciptakan sebuah gaya hidup konsumtif baru. Kemudian isu apakah gacha/loot box itu judi kian memanas saat Battlefront II garapan EA rilis disertai drop loot box yang memberikan buff besar-besaran secara instan; mengubah gim seharga US$60 jadi sekelas judul free to play.
Mencapai tahun 2020, saat keberadaan sistem gacha dan loot box bukan hal kontroversial lagi dan di saat yang sama juga sudah mengalami beragam revisi berkat amukan konsumen (terutama di luar negeri), saya masih belum mendapat lead yang memuaskan pertanyaan awal tadi: apakah gacha dan loot box itu sebenarnya judi?
Opini dan asumsi berdasarkan sistem gimnya serta memakai kutipan berita dari pakar luar negeri gampang ditemui, namun masih kurang memuaskan. Akhirnya iseng-iseng saya coba kulik saja sendiri. Hasilnya? Setengah terjawab dan setengah tidak. Bisa dibilang bahasan-telat-ramai memang, tapi kalau kamu masih penasaran silakan baca temuan saya di bawah — dan tolong koreksi/komentari/tambahi jika ada kekurangan atau kesalahan.
[Sebagai catatan, saya tidak akan menyerempet ke definisi judi dalam agama. Ini saja sudah melihat peraturan hukum duniawi dengan sangat amatir, tidak berani lah saya melakukan hal yang sama pada kepercayaan.]
Posisi Gacha/Loot Box Sebagai Perjudian di Indonesia
Pengertian berjudi secara bahasa dalam KBBI:
mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula
Pengertian judi berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 303 Ayat 3:
Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada
umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Peruntungan belaka, iya. Lebih terlatih, jelas tidak. Akan tetapi ada masalah di penjelasan judi tersebut: apa artinya ‘mendapat untung’ di sini? Pribadi buat saya bisa dapat Victorious, Taiyaki, Quincy, Naias, atau Hazel itu terbilang sesuatu yang ‘menguntungkan’, namun tentu individu lain tidak akan berpendapat serupa. Ada perbedaan nilai yang muncul ketika uang berubah jadi barang (fisik atau non-fisik) dibanding sekadar penambahan atau pelipat gandaan uang. Belum lagi kalau kita berusaha mengonversi mata uang dalam gim; apakah Rp59.000 senilai dengan 100 Crystal buat 10 kali tarik gacha, misalnya?
Di sini kita coba melihat arti ‘untung’ dari sisi bahasa lagi. Salah satu arti kata untung menurut KBBI adalah:
laba yang diperoleh dalam berdagang dan sebagainya
Kita bisa berasumsi untung di KUHP adalah ‘laba’ dan bukan ‘guna’ atau ‘bahagia’ mengingat konteksnya. Sementara itu dalam bermain gim yang memiliki sistem gacha atau loot box, kita tidak mencari maupun mendapatkan laba. Dari merogoh kocek, kita menukarnya menjadi objek lain yang hanya berlaku di dalam gim entah berupa karakter, senjata, skin karakter, dan lain-lain.
Selain itu dalam (pernah saya bahas di Facebook soal IGRS/Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik) Pasal 9, tercantum bahwa,
Permainan Interaktif Elektronik yang tidak dapat diklasifikasikan apabila konten yang terdapat pada produk:
[…] b. merupakan kegiatan judi yang dapat menggunakan
uang asli ataupun uang virtual yang dapat
ditukarkan menjadi uang asli;
Ditambah pada Pasal 4 ‘simulasi judi’ merupakan salah satu kategori konten yang dipakai untuk membagi klasifikasi kelompok usia. Gim yang mengandung unsur simulasi judi dianggap tidak sesuai untuk kelompok usia 3, 7, dan semua usia.

Dari definisi KUHP dan Permenkominfo kita dapat berasumsi kalau sistem gacha dan loot box untuk saat ini tidak termasuk judi baik secara bahasa maupun hukum, tidak melanggar hukum, dan aman untuk dimainkan/gim yang memakainya masih bisa masuk klasifikasi Indonesia Game Rating System, karena:
- Kita tidak bisa mendapat laba dari uang yang kita masukkan ke gim;
- Kita tidak mendapat uang atau harta yang lebih besar dari uang yang kita masukkan ke gim;
- Pemakaian uang asli maupun virtual tidak dapat ditukar kembali menjadi uang asli;
- Simulasi judi merupakan sistem permainan yang relatif aman dikonsumsi untuk kelompok usia 13 dan 18 tahun.
“Di Indonesia, definisi judi sudah diregulasi dalam Buku Hukum Pidana: Ada harapan untuk menang, berbasis keberuntungan, ada insentif bagi pemenang, kemungkinan menang lebih besar jika ada elemen kecerdasan atau ketangkasan,” ulang Ami Raditya, S.H.,M.Kn, pendiri Duniaku.net dan majalah Game Master yang juga bekerja sebagai notaris dalam wawancaranya dengan Gameprime.org.
“Jadi di kasus ini ada loot box, gacha, dan RNG (random number generation), apakah mereka bisa dilihat sebagai judi? Menurut saya hal ini masuk ke wilayah abu-abu karena merupakan suatu hal yang sangat baru.”
Maka dari itu mungkin saja proses kamu menarik gacha buat mendapat karakter yang kamu inginkan tidak dihitung sebagai judi. Tapi kalau teman-temanmu mendadak bertaruh soal karakter apa yang bakal kamu dapat, nah itu jelas judi.
Posisi Gacha/Loot Box Sebagai Perjudian di Luar Negeri
Amerika Serikat
- Organisasi penilai gim ESRB tidak melihat sistem loot box sebagai judi tapi akan menambahkan peringatan di sampul gim [1] [2] [3].
Australia
- Badan otoritas hukum Victorian Commission for Gambling and Liquor Regulation menilai loot box sebagai judi;
- Majelis Tinggi Australia meminta pemerintah Australia untuk menganalisis dampak loot box secara komprehensif.
Belanda
- Pada tahun 2018 Badan Otoritas Permainan Belanda menilai gim yang menjual loot box dan memungkinkan perpindahan tangan item dari loot box sebagai sesuatu yang ilegal.
- Belanda kemudian mendorong seluruh anggota Uni Eropa untuk membuat regulasi bersama terkait loot box.
Belgia
- Komisi Permainan Belgia menganggap loot box ilegal dan merekomendasikan tuntutan pidana bagi penerbit gim yang menggunakan sistem tersebut per tahun 2018.
Cina
- Di tahun 2016 Kementrian Kebudayaan Cina mengeluarkan regulasi yang memaksa penerbit gim untuk menampilkan persentase probabilitas munculnya setiap item potensial dalam loot box atau gacha;
- Tahun 2019 Administrasi Umum Pers dan Publikasi Cina melarang penjualan loot box pada pengguna di bawah usia 18 tahun.
Inggris
- Komisi Perjudian tidak melihat loot box sebagai judi.
- 2020 ini Department Digital, Budaya, Media dan Olahraga sedang menginvestigasi dan mungkin akan menilai loot box sebagai bentuk perjudian.
Jepang
- Penerbit-penerbit gim mobile menghapus sistem kompu gacha, mengombinasikan kumpulan item gacha untuk mendapat item langka, setelah mendapat desakan publik di tahun 2012.
Singapura
- Parlemen Singapura pada tahun 2014 mengeluarkan The Remote Gambling Act, melarang beredarnya situs judi termasuk pertaruhan memakai koin virtual dan permainan peruntungan.

Berarti kesimpulannya?
“[…] proses kamu menarik gacha buat mendapat karakter yang kamu inginkan tidak dihitung sebagai judi. Tapi kalau teman-temanmu mendadak bertaruh soal karakter apa yang bakal kamu dapat, nah itu jelas judi.”
Jadi kesimpulannya untuk saat ini, setidaknya di Indonesia, gacha dan loot box “masih” terbilang bukan judi karena untuk gim sendiri, Permenkominfo hanya mengategorisasikan sebuah gim sebagai gim judi jika uang virtual bisa ditukar ke uang betulan.
jika menurut Islam gacha itu judi / tidak?
Kalau urusan hukum dan bahasa kan sumbernya mudah dicari dan diteliti, kalau urusan agama saya nggak berani bilang apa-apa, hahaha. Nggak punya wewenang di sana. Sebaiknya tanya ulama terdekat saja.
Ulama pada gatau ada sistem gituann,
btw gacha sama lucky draw sama ato beda?
Saya yakin kalau dijelaskan sistemnya pasti ada yang bisa paham.
Kalau lucky draw/undian berhadiah sih harusnya sistemnya beda dengan gacha, ya. Dan kalau merujuk ke Jepang sendiri mereka kan punya undian macam-macam, seperti contoh yang masih nyambung sama urusan hobi yaitu Ichiban Kuji. Bedanya undian Ichiban Kuji dan gacha saya rasa cukup jelas:
Hadiah undian terbatas dan pemenangnya dipilih dari orang-orang yang ikut serta. Uang pun dikeluarkan untuk membeli tiket sebagai cara berpartisipasi.
Sementara gacha/mesin gachapon bisa dibilang pool hadiahnya sama rata tidak peduli berapa belas atau ribu orang yang menarik gacha dalam periode yang sama. Di sini uang keluar dengan niatan “langsung” ditukarkan dengan hadiah acak (entah mainan kalau lewat mesin atau karakter di gim). Saya pikir urusan tukar-menukar hadiah acak ini lah yang akhirnya sering disamakan dengan judi.
Kalau di Indonesia saya belum baca-baca tapi misal tertarik urusan peraturannya bisa dibaca lebih lengkap di:
–https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/129425/permensos-no-12-tahun-2019
–https://www.bphn.go.id/data/documents/06pmsos014.pdf
Ulama pada gatau ada sistem gituann,
btw gacha sama lucky draw sama ato beda?
Apa yang membedakan gacha dengan lucky draw? dan apakah lucky draw termasuk judi (berunsur judi) ?
Saya sendiri bukan ahli hukum jadi kemungkinan ada detail-detail yang terlewat. Tidak sefatal persepsi kepercayaan/agama, tapi sebaiknya juga dikonsultasikan dengan pakarnya supaya jelas. Urusan persamaan saya rasa hanya sama-sama berkutat di unsur keacakannya saja. Dari yang saya lihat “mungkin” judi dianggap berpotensi membahayakan karena (kesannya) dia adalah permainan yang hasilnya bisa manipulasi bandar atau pemain tertentu.
Sederhananya sih, kegiatan dinilai sebagai judi kalau (per KUHP Pasal 303 Ayat 3):
– permainan (partisipasi aktif, harus terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung)
– kemungkinan menang acak
– atau ditentukan oleh kemampuan individu (seperti menghitung kartu di blackjack)
– pada umumnya tidak legal di Indonesia (kecuali diizinkan penguasa setempat)
Sementara untuk undian yang saya baca sekilas karena ini bukan informasi yang saya butuhkan (Permensos 14A / HUK /2006 dan UU No 22 1954 [https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/1058.pdf]):
– kesempatan (partisipasi pasif, asal sudah terdaftar tinggal tunggu hasil)
– kemungkinan menang acak
– tapi partisipasi individu umumnya bisa meningkatkan kemungkinan kemenangan (misal menambah poin undian supaya namanya terhitung 2+ kali)
– legal di Indonesia selama mengikuti peraturan dan membayar pajak yang berlaku
Sekali lagi, sebaiknya dokumennya ditelaah sendiri dan didiskusikan bersama pakar betulan.
Menurut ( anda sendiri ) apakah lucky draw termasuk undian / judi ?
Pribadi sih menurut saya undian itu bukan judi, apalagi kalau undian gratisan. Karena, mengulang komentar saya sebelumnya, unsur utama judi adalah “permainan”. Ada salah satu buku (saya lupa judulnya) yang membahas kalau sebagian penjudi jadi ketagihan bukan karena mengejar hasil yang lebih besar dari biaya yang dia keluarkan tapi semata-mata karena mencari dorongan adrenalin saat melakukan aktivitas perjudian itu. Saya pikir partisipasi aktif lah yang menjadi pendorong terbesar kenapa berjudi itu adiktif.
Kalau undian kan pasif; daftar aja ntar menang atau kalah terserah.
Kesimpulannya , menurut anda apakah lucky draw judi / bukan,dan sebutkan alasannya. Mohon maaf agama anda sendiri apa ya?
Saya sudah jelaskan alasannya di atas, anak kalimat pertama sebelum koma. Bisa diperiksa sekali lagi.
Untuk agama mohon maaf saja saya tidak akan memberitahu karena itu informasi pribadi saya.