• Sejumlah judul pendukung rilisnya PS5 dijual seharga US$70;
  • Kenapa harga US$60 bertahan sampai sekarang?;
  • Apakah naiknya harga gim menjanjikan konsumen mendapat produk yang lebih komplit?

PS5 US$70 Demon's Souls

Akhir tahun lalu kita sudah membahas kekurangan terbesar dari strategi Microsoft dan Xbox Series X. Sekarang, telat tiga bulan lebih, mari kita coba kritik salah satu langkah “kontroversial” yang diambil oleh Sony dan PlayStation di generasi console kesembilan ini: menaikkan harga gim menjadi US$70 untuk PS5. Atau jika kita ambil harga Rupiah resminya:

  • Demon’s Souls: Rp1.029.000.
  • Marvel’s Spider-Man: Miles Morales Ultimate Edition: Rp1.029.000.

Satu keping gim sampai Rp1 juta. Lucunya lagi bisa dibilang keduanya bukan gim orisinal; Demon’s Souls remake dari gim PS3, Miles Morales “expansion pack” dari gim PS4. Tapi sebelum kita masuk ke pembahasan tersebut mari kita coba telaah dulu kenapa selama ini ada standar yang menentukan harga gim (pada umumnya) sebesar US$60.

Dari Mana Asalnya SRP US$60?

PS5 US$70 MSRP

Sebagian besar console generasi pertama merupakan mesin built-in, alias gim serta mesinnya jadi satu. Belum ada yang namanya tukar-menukar gim. Paling banter satu mesin punya beberapa variasi gim atau seperti Magnavox Odyssey, dijual bersama beberapa “kartu” yang bisa ditukar untuk mengubah sedikit mekanisme gim yang bisa dijalankan mesin tersebut. Nah, baru memasuki zaman console generasi kedua (1976-1992), produksi cartridge massal mulai beroperasi. Beragam gim dengan visual maupun mekanisme yang benar-benar berbeda pun beredar di pasaran.

Mesin terpopuler di zamannya, Atari 2600, sendiri tercatat menjual cartridge gim seharga US$18.95 (US$81,80, menghitung inflasi). Nampaknya produsen lain menetapkan harga gim yang tidak jauh berbeda. Contohnya cartridge Fairchild Channel F, yang dulu dibanderol US$19.95 (US$86,11). Di sisi lain, tanpa adanya standar industri serta ekspektasi konsumen, developer dan retail bisa mematok harga seenak jidat. B-17 Bomber untuk Intellivision misalnya, sempat dijual baru seharga US$39.99 (US$172,62).

Meski Nintendo melisensikan cartridge produksi mereka sendiri bagi para developer, harga gim di era console generasi keempat justru makin menggila lantaran cartridge 16-bit untuk SNES dan Genesis memakan biaya produksi yang lebih besar. Strider versi Genesis misalnya, dibanderol US$67.95 (US$135,99). Judul-judul populer sekelas Final Fantasy III atau Street Fighter II versi SNES bahkan bisa menembus angka US$69.99 (US$140.08) atau US$74.99 (US$150,08). Lalu apa yang menyebabkan harga gim turun dan menciptakan standar senilai US$60? Compact disc jawabannya.

Menurut buku Revolutionaries At Sony oleh Reiji Asakura (disadur dari publikasi Tomaselli, et al; Value Chain Management and Competitive Strategy in the Home Video Game Industry; 2008), penerbit gim setidaknya harus merogoh kocek US$30 per cartridge NES hanya untuk biaya manufaktur dan lisensi. Ditambah biaya lain seperti pengembangan aplikasi, distribusi, asuransi bagi penjual grosir, dan margin US$10, harga kotor sebuah kepingan gim bisa mencapai US$98. Sementara itu Sony mampu memproduksi media penyimpanan yang lebih murah secara lebih cepat. Dari manufaktur sampai margin US$10, diperhitungkan ongkos produksi sebuah kepingan gim PlayStation 1 hanya mencapai US$58.

Cartridge Nintendo
Sumber: Getty Images

Biaya Produksi per Satu Cartridge Nintendo

Penerbit/Developer Nintendo Penggrosir Toko Retail
Pengembangan Gim: US$10 Lisensi: US$15 Asuransi: US$6 Margin: US$25
Marketing: US$6 Manufaktur: US$15 Margin: US$12
Margin: US$10

Biaya Produksi per Satu CD Sony/PlayStation 1

Penerbit/Developer Sony Penggrosir Toko Retail
Pengembangan Gim: US$10 Lisensi: US$9 Margin: US$6 Margin: US$17
Marketing: US$6
Margin: US$10

Ditambah Sony Computer Entertainment menerapkan teknik pencetakan dan penjualan CD dari Sony Music — jual sedikit dulu, cetak banyak kalau sukses — yang memangkas kebutuhan asuransi stok produk bagi para penggrosir. Tidak dipaksa untuk beli CD dari Sony pula. Maka meski harga jualnya terbilang lebih rendah, penerbit tetap bisa menikmati keuntungan serupa. Entah memang biaya produksinya masih mirip maupun dari turunnya nilai mata uang lantaran inflasi, kita tidak melihat perubahan kentara saat industri gim bertransisi ke DVD, HD-DVD, atau Blu-ray. Sebagian besar gim masih dihargai US$60. Paling tidak sampai kita memasuki zamannya PS5, console generasi kesembilan ini.

Akan tetapi perubahan harga dari US$60 ke US$70 bukanlah hal yang benar-benar baru. Tahun 2014 silam, Electronic Arts sempat menjual pre-order Medal of Honor Warfighter seharga US$70 hanya dengan iming-iming early unlock dua senjata dan akses beta test Battlefield 4. Sebelum Sony mengumumkan harga Demon Souls, 2K juga melayangkan pemberitahuan bahwa mereka akan membanderol NBA2K21 US$70 untuk versi next-gen. Setelah kita mengulas sekilas sejarah harga gim, kita bisa melihat kalau secara “nilai” harga gim bisa dibilang justru tidak melonjak drastis serta pasti muncul satu pertanyaan di benakmu: apa hubungannya semua ini sama Sony?

(Catatan: Oiya, SRP merupakan singkatan dari Suggested Retail Price, alias Harga yang Disarankan untuk Retail. )

Lalu Kenapa Sony dan PS5 Bisa Memimpin Peralihan Harga ke US$70?

PS5 US$70

Jawabannya sederhana saja. Sony merupakan produsen yang (akan) bisa sukses menjual gim seharga US$70 karena mereka adalah produsen pihak pertama. Mereka punya pengaruh paling besar untuk mengarahkan industri. Saat Sony merilis sebuah console baru (PS5 di kasus ini), mesin tersebut pasti utamanya didukung oleh judul-judul eksklusif/yang cuma ada buat console baru buatan Sony pula. Para early adopter mau tidak mau terpaksa membeli gim-gim tersebut demi melihat kemajuan apa yang disajikan console generasi baru dan supaya barang mereka nggak sekadar menumpuk debu.

Coba kalau mendadak Electronic Arts merilis FIFA terbaru mereka seharga US$70 tanpa ada “dukungan” dari harga gim PS5? Apa nggak pada ngamuk? Para pemain FIFA pun pasti lebih memilih untuk kembali memainkan gim lama mereka di PS4 atau Xbox One atau PC. Penerbit lain juga bisa menculik para pemain FIFA dengan menawarkan gim bola lain *uhukuhuk*PES*uhukuhuk* dengan harga yang lebih bersaing. Di titik ini, Sony bebas mematok berapa pun harga yang mereka inginkan. Ditambah posisi Sony sebagai tastemaker produk-produk elektronik. Saat Microsoft menerapkan layanan main daring berbayar Xbox LIVE di Xbox 360, semua orang protes. Saat PlayStation Network jadi ikut berbayar di PS4, sebagian besar pengguna manggut-manggut saja.

YouTuber-sekaligus-pengacara Hoeg Law juga menambahkan kalau di Amerika Serikat, para produsen gim tidak bisa sewenang-wenang bekerja sama di belakang layar untuk menaikkan semua harga gim mereka bersamaan. Salah satu pihak harus jadi penggagas ide tersebut terlebih dahulu. Tentu saja pihak-pihak lain punya hak untuk justru menjual gim mereka lebih murah demi mencuri perhatian konsumen yang tidak puas dengan harga baru. Dan lagi-lagi, siapa yang punya akses ke mesin berteknologi baru yang saat ini sedang dicari-cari oleh semua orang? Jelas bukan Microsoft yang tidak berani mengungkapkan data penjualan console-nya, kini memilih mengembangkan ekosistem. Atau Nintendo, meski Switch laris manis, tidak banyak yang rela merogoh uang sebesar itu untuk “mainan anak-anak”.

Bahasannya sudah selesai? Jelas belum. Karena ada masalah lain di balik peningkatan harga gim PS5 jadi US$70.

Masalah Kenaikan Harga dan Membalonnya Industri

PS5 US$70 effect to game industry

Isu terbesar di balik naiknya harga gim adalah: semua ini bukan berarti kita bakal mendapat gim dengan “kualitas” yang pasti lebih baik. Atau tambahan US$10 bakal memangkas rencana microtransaction dari otak para petinggi penerbit/developer gim. Harga gim PS5 sebesar US$70 ada justru demi menampung membalonnya jumlah tenaga kerja yang kini dipekerjakan oleh para developer AAA tapi harus ditanggung oleh pembeli. Tidak percaya? Coba perhatikan credits title gim-gim favoritmu dari masa ke masa. Lantaran saya malas melakukannya sendiri dan basis data MobyGames sudah tersedia on-demand, coba kita bandingkan jumlah developer yang menggarap tiga judul Grand Theft Auto dari tiga generasi berbeda:

Lonjakan teknologi dari console generasi enam (PS2) ke tujuh (PS3) memang jauh. Tapi apakah peningkatan dari GTA IV ke V benar-benar sejauh itu sampai Rockstar perlu membengkakkan jumlah karyawan/orang-orang yang terlibat sampai dua kali lipat? Atau bagaimana perbedaan jumlah pekerja The Witcher III (1.302 orang) dengan Cyberpunk 2077 (3.531 orang)? Apakah ini berarti Cyberpunk 2077 merupakan produk yang lebih unggul secara objektif? Bagaimana dengan FIFA yang rilis barunya kerap dihujat penggemar? Ditambah kalau kamu lihat daftar gim termahal di Wikipedia (dan jangan lupa baca sumber-sumbernya juga), lebih dari setengah biaya produksi semua jatuh di marketing.

Dari yang saya perhatikan, isu ini bukan semata-mata salah pihak developer atau penerbit. Isu ini terus berlanjut juga karena konsumen yang tidak sabaran dan mudah termakan iklan. “Rilis gim baru harus dengan grafis paling ciamik, nggak boleh lama-lama harus jadi dalam 2-3 tahun, baru enam bulan sudah bosan nih ayo update terus,” dan seterusnya. Tapi di sisi lain, kembali juga ke developer/penerbit. Mereka adalah pihak yang “menentukan” produk apa yang kita mau beli. Tidak ada yang namanya demokrasi; paling cuma sebatas menerima masukan saja. Ujung-ujungnya mereka juga yang menentukan kalau, “Grafis gim harus ciamik supaya orang-orang mau beli, terus perlebar jumlah pekerja supaya target pengembangan terpenuhi, rilis juga harus diberi deadline dalam jangka waktu secepat mungkin supaya tim marketing bisa mempromosikannya jor-joran dan pemegang saham nggak nanyain terus soal kondisi keuangan perusahaan.” Looping aja terus.

Selain itu dengan makin diterimanya penjualan gim digital, justru margin laba penerbit gim juga semakin besar. Dr. Serkan Toto, CEO perusahaan analis industri gim Jepang Kantan Games, menjelaskan secara singkat garis besar pembagiannya:

Pembagian Biaya Harga Gim $70 – Versi Fisik

Dari Penerbit Pihak Ketiga (c/o: EA, Ubisoft, dll) Dari Penerbit Pihak Pertama (Sony, MS, Nintendo)
Harga Gim US$70 US$70
Pajak Toko Retail (30%) – US$21 – US$21
Biaya Lisensi ke Pihak Pertama (15%) – US$10,5 0
Biaya Manufaktur (5%) – US$3,5 – US$3,5
Margin Laba Penerbit US$35 US$45,5

Pembagian Biaya Harga Gim $70 – Versi Digital

Dari Penerbit Pihak Ketiga (c/o: EA, Ubisoft, dll) Dari Penerbit Pihak Pertama (Sony, MS, Nintendo)
Harga Gim US$70 US$70
Pajak Toko Digital (30%) – US$21 0
Margin Laba Penerbit US$49 US$70

(Catatan: analis Niko Partners Daniel Ahmad menambahkan umumnya ada biaya sekitar 5% bagi judul pihak pertama untuk operasi toko digital)

PS Store screenshot

Dalam hal penjualan gim digital milik penerbit pihak pertama, macam Spider-Man, Halo, atau Mario, penambahan US$10 ini bak “pajak bodoh“. Mereka meraup semua penjualannya jadi laba bersih kok, kenapa harga versi digital harus sama dengan versi fisik? Belum menghitung profit yang mereka dapatkan kalau merilis gim US$70 ditambah microtransaction di dalamnya — walau kini persoalan game as a service yang perlu diperbarui berkala bak gim MMO juga bisa jadi argumen.

Di akhir hari saya rasa nggak ada yang bisa kita lakukan juga buat menjaga status quo. Industri makin populer, audiens yang bisa dimangsa semakin banyak, tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membuat alat pancing juga makin besar. Saya bingung mau nulis apa buat menutup artikel kali ini, tapi yang jelas posting-an berikutnya kita bakal membahas hal kontroversial lain yang sekarang (mungkin) sedang menggerogoti eksistensi Sony Interactive Entertainment Japan… kalau saya nggak memutuskan buat mengulas hal lain terlebih dahulu.

https://i2.wp.com/stoplayingame.com/wp-content/uploads/2021/03/ps5-70dollar-01.jpg?fit=500%2C500&ssl=1https://i2.wp.com/stoplayingame.com/wp-content/uploads/2021/03/ps5-70dollar-01.jpg?resize=150%2C150&ssl=1Unit076EditorialSonyPS5Sejumlah judul pendukung rilisnya PS5 dijual seharga US$70; Kenapa harga US$60 bertahan sampai sekarang?; Apakah naiknya harga gim menjanjikan konsumen mendapat produk yang lebih komplit? Akhir tahun lalu kita sudah membahas kekurangan terbesar dari strategi Microsoft dan Xbox Series X. Sekarang, telat tiga bulan lebih, mari kita coba kritik...and get a life!