Banyak mengambil istilah dari bahasa asing (entah Inggris maupun Jepang), dunia gaming memang terkadang membingungkan bagi gamer Indonesia. Mengingat esport/tourney/competitive scene terus meledak belakangan ini, salah satu kata asing yang sering beredar di ketikan gamer lokal tidak lain dan tidak bukan adalah ‘meta‘ yang didewakan.

Dan tampaknya masih banyak kesalah pahaman mengenai arti meta yang terus-terusan diulang oleh berbagai pihak. Sebagai pihak yang merasa edukasi akademis terhadap kaum gamer (yang kerap mendapat stigma sebagai ‘pemalas’) merupakan hal penting, mari coba kita bahas bersama-sama apa itu arti meta — dan kenapa meta bukan kependekan dari Most Efficient Tactics Available.

Mari Perjelas Arti Meta Terlebih Dahulu

meta header

Meta diambil dari imbuhan ‘meta-bahasa Yunani yang salah satu artinya ‘di luar’, ‘melampaui’, ‘setelah’; kemudian diserap ke bahasa Inggris. Berdasarkan kamus Oxford kata sifat meta berarti self-referential. Kata ini sering digunakan dalam epistemologi, “cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan,” mengutip KBBI.

Menurut dosen Ahmad Dahlan epistemologi adalah, teori tentang ilmu pengetahuan.” Kurang-lebih rasanya itulah penjelasan paling singkat soal arti meta. Teori dari suatu ilmu.

Ribet ya? Memang — dan dari pemahaman ini pula kata meta diadopsi dalam lingkup gaming.

Kenapa? Jelas karena (dulu, setidaknya) mayoritas kaum gamer adalah kaum nerd yang selalu ingin merasa pintar jadi mereka sering mengambil konsep-konsep akademis yang jarang dipahami khayalak ramai untuk dipakai dalam lingkar pergaulan sendiri.

Kembali lagi ke meta: berdasarkan arti-arti tadi, maka meta merujuk pada teori/konsep/ide yang melampaui lingkup suatu subjek tertentu.

Sederhananya di kasus ini meta adalah pembahasan hal-hal di luar subjek yang kita nikmati secara langsung — tapi masih merupakan bagian subjek tersebut:

  • metadata di koleksi album lagumu: merujuk bukan ke bass, tempo, melodi lagu itu sendiri — melainkan ke batasan-batasan luarnya seperti siapa pencipta lagunya, judul, tanggal rilis, genre, track ke berapa, jenis file-nya (mp3/wav/aac/dll), sampai siapa pemegang hak ciptanya;
  • metadata di file fotomu: merujuk bukan ke komposisi warna, exposure, tantemu merem apa melek — melainkan tanggal potret, jenis kamera, format file (exif/jpeg/bmp/dll), dan seterusnya;
  • Meta-Wiki: Wiki untuk membahas penggarapan entri/halaman-halaman di Wikipedia;
  • dan lain-lain.

Meta dan Metagaming

The Chess Players, Thomas Eakins, 1876

Selain ‘melampaui’, ada arti lain lagi yang juga populer digunakan di zaman sekarang yaitu “[X]-nya [X]” (datang dari jurnal matematika Logic Based on Inclusion and Abstraction karya Willard Van Orman Quine dan dipopulerkan oleh buku Gödel, Escher, Bach: An Eternal Golden Braid karya Douglas Hofstadter, tapi itu cerita lain lagi karena cukup panjang). Agak mirip dengan arti sebelumnya tapi bisa dibilang lebih sedikit.

Mudahnya kita ambil kasus metagaming. Dalam metagaming kita ‘memainkan’ permainan itu sendiri. Contohnya sederhana:

  • Saat main kartu atau catur, penonton membaca langkah lawanmu dan memberi saran. Saran dari penonton jelas bukan bagian dari peraturan permainan tersebut tapi berpengaruh pada jalannya permainan;
  • Atau kamu menonton permainan calon lawanmu terlebih dahulu supaya bisa membaca strategi apa yang mereka pakai saat melawanmu nanti;
  • Gacha reroll: normalnya kita pasrah saja dapat drop gacha apa di awal permainan, tapi gamer yang cukup berdedikasi (entah demi build tim yang bagus atau waifu) pasti akan ‘melampaui batasan sistem’ dengan menghapus data permainan supaya dapat karakter yang mereka mau;
  • Match up: di gim PvP kamu bisa mengira-ngira cara main atau pola pikir lawan dengan melihat karakter yang mereka gunakan, lalu kamu bisa memilih karakter lain yang mampu menjadi counter. Di gim Fighting misalnya, umumnya grappler sulit menjangkau karakter dengan skill zoning — atau malah sebaliknya, kamu menjebak lawan mengambil karakter zoning karena kamu sudah latihan buat menghadapi trik mereka;
  • Atau dalam permainan papan macam Werewolf, saat salah satu temanmu terlalu sering jadi Werewolf/karakter antagonis, biasanya dia bakal langsung dituduh duluan di permainan selanjutnya. Peraturan mengatakan peran penjahat selalu acak tapi asumsi pemain (di luar lingkup gim aslinya) berpengaruh besar;
  • Mindgame: ‘permainan’ menyulut emosi atau reaksi tertentu sehingga kamu bisa mengendalikan pola pikir lawan. Dari sekadar taunting, spam jurus tertentu, sampai menjadi sosok ‘penjahat’ yang dibenci semua orang;
  • dan masih banyak lagi.

Semua Berubah Ketika META Menyerang…

meta header

Kemudian entah bagaimana kata meta berevolusi menjadi singkatan dari Most Efficient Tactics Available.

Agak sulit untuk menentukan kapan tepatnya gamer mulai mengarang kepanjangan Most Efficient Tactics Available, tapi filter tahun mesin pencari Google menunjukkan ‘lahirnya’ di tahun 2013, dari forum League of Legends. Gim populer. Tidak heran penyebaran kesalahpahaman ini terjadi cukup cepat dan mudah diterima khayalak ramai.

meta League of Legends

Most Efficient Tactics Available memang lebih mudah dan sederhana untuk diingat daripada suatu konsep abstrak serapan bahasa asing kuno. Tapi masalah terbesar penyederhanaan adalah: ya jadi (terlalu) sederhana.

Singkatan META yang memberi penekanan pada kata ‘tactics‘, “kemampuan memanfaatkan sarana yang ada untuk mencapai tujuan,” seakan mengkungkung pola pikir kita hanya untuk ‘think inside the box‘. Memanfaatkan sarana yang disediakan peraturan gim saja. Padahal seperti yang sudah dijelaskan tadi, meta melingkupi aspek-aspek lain yang melampaui peraturan gim itu sendiri — yang kadang mungkin juga tidak ‘efficient‘.

[Pembaruan (15 Juli 2023): Bisa dibilang, terdapat dua lapis dalam meta; meta in-game dan meta out-game. Meta in-game merujuk pada mekanisme gim yang tidak sengaja diciptakan dan/atau ditemukan oleh para pemainnya — alias exploit. Contoh paling sederhana adalah sistem combo yang lahir di Street Fighter II. Atau mekanisme dash cancel atau Korean Backdash di Tekken serta wavedashing di Super Smash. Bros Melee, Marvel vs Capcom, dan sejumlah gim Fighting lain.

Supaya bisa menang atau menghasilkan output terbaik dalam pertandingan, maka pemain harus bisa melancarkan exploit-exploit tersebut. Sementara, untuk penjelasan (panjang) meta out-game atau di luar mekanisme gim, silakan lanjut baca ke bawah.]

Kondisi fisik pertandingan adalah meta. Penonton adalah meta. Kalkulasi damage adalah meta. Mindgame adalah meta. Meta punya banyak sekali bagian. Jenis-jenis pemain pun termasuk meta yang tidak bisa kamu prediksi dan generalisasi secara tepat!

Kalau kamu menonton video di atas, Gerald Lee punya teori untuk memilah-milah seorang pemain gim Fighting ke tiga kategori: Brain, rajanya analisis; Heart, yang mengandalkan insting; dan Body, si ahli eksekusi dan muscle memory.

Misalkan kita merujuk pada arti META sederhana, maka rasanya kita hanya akan mengukur kemampuan pemain dari kategori Brain saja. Kalau musuh mendekat, light attack. Musuh lompat, anti-air. Musuh nangkis, throw. Itu tactics dalam bentuk paling dasar.

Heart atau insting tidak akan pernah bisa diukur. Sementara muscle memory hanya menjadi alat untuk menentukan langkah apa yang diambil setelah sukses membaca situasi. Bahkan Lee mengakhiri videonya dengan bilang kalau pemain-pemain tidak bisa dikategorikan ke salah satu sisi saja, semua pasti punya kombinasinya masing-masing. Dan itulah meta dalam bentuk seorang gamer.

Pengertian META bukan cuma mengukuhkan ide kalau gamer malas/tidak mau mempelajari hal apapun di luar gim yang mereka mainkan, tapi juga mereduksi seluruh konsep abstrak meta menjadi asumsi dasar, “Oh kalau aku ngikutin langkah-langkah ini, aku 100% bakal jadi gamer terhebat.” What are you, a Ken player?

Ken flowchart

Kenapa Jangan Sampai Jadi ‘Budak Meta’

meta header

Sederhana saja. Seperti dibilang tadi: ada banyak variabel yang tidak terukur dalam meta. Selain kamu tidak bisa memprediksi secara tepat variabel-variabel itu, ada aspek nomor satu lain yang harus kamu perhatikan: dirimu sendiri.

Kenapa? Karena di akhir hari meta umumnya mengacu pada ‘damage potensial/paling efisien’ yang bisa kamu lancarkan untuk menaklukkan target sehingga untuk memaksimalkan potensi itu kamu harus mengikutinya mentah-mentah — tanpa mengindahkan apakah kamu mampu melakukannya persis plek atau tidak. Jelas hal itu jadi kendala:

  1. Tidak efisien untuk mempelajari karakter baru dari nol hanya karena menurut peringkat meta mereka punya 5% win chance lebih tinggi Kalau sekadar melihat persentase pertandingan. Bisa saja win chance tinggi karena tidak banyak dipakai tapi sebagian besar penggunanya memang jago memakai karakter apa saja;
  2. Meta selalu berubah — bukan cuma dari update saja, tapi juga karena didikte dari exploit-exploit yang ditemukan oleh komunitas;
  3. Maka tidak efisien untuk meniru mentah-mentah combo meta
    karena seringkali combo tersebut juga mengandalkan skill dasar maupun kenyamanan pemainnya sendiri (dalam memakai karakter/senjata tertentu);
  4. Jika di awal gim langsung mengejar meta, bisa-bisa kamu keburu capek mencicipi keseluruhan gimnya, entah karena terlalu banyak informasi yang harus diproses padahal baru mulai atau karakter/senjata meta tidak sesuai dengan gaya mainmu sehingga jadi tidak terasa nyaman, tidak seru, dan melupakan unsur fun. Berlaku buat gim PVP maupun PVE.

Bukan berarti kamu harus membutakan diri dari informasi meta, namun cukup gunakan sebagai alat bantu. Oleh karena itu fungsi utama meta adalah untuk dipahami. Pelajari exploit atau strategi apa saja yang bisa kamu ambil dari guide meta lalu bentuk gaya bermainmu sendiri. Itulah cara paling efisien untuk jadi jago.

meta monster hunter

Contoh sederhana dalam bentuk PVE adalah di Monster Hunter: World.

Senjata Gunlance dibagi jadi 3 jenis; Normal, Wide, Long; serta 4 gaya permainan; Slapstick, Fullburst, Poke-Shell, dan Full Shelling; dari jenis-jenis itu. Pra-DLC Iceborne dilihat dari meta-nya jenis Normal dengan gaya bermain Slapstick (menyerang tanpa memakai Shelling sama sekali) merupakan gaya dengan damage potensial terbesar. Diikuti oleh Normal Fullburst. Lalu apakah jenis lain jadi tidak berguna?

Semua masih punya keunikan tersendiri. Meski damage potensialnya paling besar, gaya Slapstick dan Fullburst punya recovery frame yang luar biasa lama dibanding gaya-gaya lainnya; memaksamu mencari momen-momen tertentu dan harus hafal betul serangan para monster. Di sisi lain Wide dengan gaya Poke-Shell membuatmu bisa mengejar lawan dengan agresif tapi masih bisa mengandalkan tangkisan tameng kalau terjadi apa-apa karena recovery frame animasinya cepat. Long dengan Full Shelling juga punya jangkauan serang yang lebih jauh dari kedua saudaranya dan mendapat bonus damage ke bagian-bagian tubuh monster sehingga mereka lebih cepat stagger serta bagiannya cepat hancur — alias dapat material tambahan lebih cepat pula.

Kalau kamu sekadar jadi ‘budak meta‘ jelas kamu tidak akan mengindahkan gaya permainan lain dan terpaku saja menggunakan jenis Gunlance yang itu-itu saja, alih-alih bereksperimen mencari gaya mana yang paling cocok dengan cara mainmu sendiri.

Begitu pula di judul-judul PVP seperti gim Fighting. Di Fighting, MOBA (atau ARTS), Hero-based Shooter, dan beragam genre gim dengan banyak karakter, semua pasti punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Entah karena balancing yang kurang mantap, cerdasnya pemain menemukan exploit, atau developer sedang mempromosikan karakter terbarunya, lahirlah meta yang biasanya bisa dipadatkan menjadi tier list.

Akan tetapi tier list tiap pemain pasti tidak akan sama persis. Apakah Daigo punya tier list yang sama dengan Justin Wong? Dengan Bonchan? Fuudo? Bagaimana dengan Lil Majin, JDCR, MBC? Paling banter kalau kamu ingin sesuatu yang ‘lebih’ konsisten per periodenya, tier list berdasarkan persentase kemenangan — yang pastinya dipengaruhi banyak faktor lain termasuk berapa banyak pengguna karakternya dan seberapa jago orang-orang itu.

Sedikit nyerempet pembahasan-pembahasan Core-A Gaming: jadi tidak terduga pun bisa mengacaukan pikiran orang (mindgame) yang sudah terbiasa dengan gaya permainan tertentu. Seperti yang dilakukan Gandhi pada Dreamhack Winter 2013, Swedia, lalu.

Maka daripada menjadi budak meta dan memaksamu mengikuti tier, mempelajari karakter/senjata yang tidak kamu suka sama sekali (entah memang dari mekanisme atau desain atau hal-hal lainnya) hanya untuk menang lalu akhirnya jadi cepat burnout, tidak ada salahnya kamu mempelajari sesuatu yang memang kamu suka dari awal.

Karena pada dasarnya meta selalu berubah, siapa tahu justru kamu lah yang sukses menemukan exploit atau mekanisme tersembunyi dari sesuatu yang tidak dianggap meta? Di akhir hari kamu juga pasti akan lebih menikmati memainkan gim yang sama berulang-ulang sampai ratusan jam kalau kamu memang suka karakter atau mekanismenya — daripada memaksa dirimu sendiri buat suka.

Dan yang paling penting: selalu verifikasi informasi. Read. A. Book. Have a hobby outside of playing video games. Jangan malas dan menerima kata orang di internet mentah-mentah terus disebar begitu saja. Goddamn.

Uh… shit.

https://i2.wp.com/stoplayingame.com/wp-content/uploads/2019/10/meta-07.jpg?fit=150%2C150&ssl=1https://i2.wp.com/stoplayingame.com/wp-content/uploads/2019/10/meta-07.jpg?resize=150%2C150&ssl=1Unit076Editorialistilah gaming,metaBanyak mengambil istilah dari bahasa asing (entah Inggris maupun Jepang), dunia gaming memang terkadang membingungkan bagi gamer Indonesia. Mengingat esport/tourney/competitive scene terus meledak belakangan ini, salah satu kata asing yang sering beredar di ketikan gamer lokal tidak lain dan tidak bukan adalah 'meta' yang didewakan. Dan tampaknya masih banyak kesalah...and get a life!